Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penanggulangan nyeri kanker (Prof. Dr. Joh Spierdijk)

Penanggulangan nyeri kanker (Prof. Dr. Joh Spierdijk) - Dalam ikhtisar ini penulis akan membatasi diri pada aspek-aspek penanggulangan nyeri yang penting untuk penderita onkologik. Berbeda dengan penyakit lain, nyeri pada penderita onkologik umumnya memiliki sebab yang jelas. Tetapi di sini tidak dapat ditarik garis hubungan antara besar stimulus dengan keluhan nyerinya. Nyeri selain dipengaruhi oleh penyakit itu sendiri, juga dipengaruhi oleh banyak faktor lain.

Faktor-faktor ini terutama terletak dalam segi efektif dan emosional, seperti :

  • Kecemasan : cemas akan diagnosanya, cemas akan efektivitas terapi, cemas tentang masa depan sendiri ataupun keluarganya dan cemas akan penderitaannya yang akan dipikul kemudian.
  • Pengalaman : pengalaman menderita nyeri, yang dahulu memerlukan terapi bedah atau radiasi untuk menyembuhkannya.
  • Reaksi orang-orang di sekitarnya : bagaimanakah reaksi lingkungannya, apa yang ingin mereka ketahui mengenai pengalaman penderita, takutlah mereka mendapat penyakit yang sama, adakah lingkungannya terlampau khawatir atau terlalu riang.
  • Kepribadian : kepribadian penderita memegang peranan besar dalam memahami nyerinya dan cara penderita bereaksi terhadap nyeri tersebut.

Kita harus memperhatikan semua faktor di atas kalau kita akan menanggulangi nyerinya. Penderita tidak akan tertolong dengan melawan nyerinya saja, mereka membutuhkan teman yang bersedia menampung keluhan nyerinya.

Dalam bab ini akan dibicarakan beberapa metode menanggulangi nyeri secara efektif dengan cara membantu, menunjukkan jalan atau melaksanakan suatu teknik. Tetapi pelayanan penderita harus dilaksanakanoleh dokter yang merawat, bekerja sama dengan anggota keluarga, teman penderita atau badan-badan yang khusus didirikan untuk keperluan itu.

Di banyak rumah sakit telah didirikan ''Pain Clinics'' kelompok-kelompok penanggulang nyeri, ''Pain teams''. Dalam kelompok-kelompok ini duduk ahli onkologi, ahli farmakologi klinik, ahli bedah syaraf, ahli neurologi, ahli onkologi, ahli psikologi, psikiater, ahli radioterapi dan lain-lain dokter yang menaruh perhatian pada penanggulangan nyeri.

Pembicaraan kelompok yang diadakan secara teratur kerap kali juga dihadiri oleh wakil-wakil dari sektor masyarakat, perawat-perawat, rokhaniawan dan ahli-ahli fisioterapi. Tujuan kelompok ini adalah mencapai terapi dan pelayanan penderita nyeri secara rasional. Nyeri menyebabkan disintegrasi total pada individu. Karena itu nyeri harus ditanggulangi dengan gigih, namun pada keadaan yang berat komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul harus diterima juga.

Dalam usaha penanggulangan nyeri penderita onkologik ini sasaran kita adalah penderita yang telah ditegakkan diagnosanya dan telah direncanakan terapi kausal, atau yang terapi kausal sudah tidak mungkin lagi diberikan. Dalam bab-bab terdahulu telah dibicarakan berbagai kemungkinan terapi.

Ilmu Bedah, khemoterapi, terapi hormonal dan radioterapi, yang walaupun dipakai paliatif, memegang peranan penting pada penanggulangan nyeri. Paliasi yang terarah harus mendahului teknik-teknik penanggulangan nyeri yang digunakan secara umum atau secara lokal.

Kalau ditemukan tumor metastasis atau tumor residif, perlu dilakukan konsultasi lagi dengan pusat onkologi yang sebelumnya merawat penderita. Demikian pula kalau seorang penderita kanker mengeluh nyeri tanpa dapat ditujukkan residif atau metastasis yang jelas. Barangkali dengan menggunakan metode diagnostik yang lebih teliti dapat diberikan terapi yang terarah kepada tumornya.

Kecuali pada stadium terminal, penderita tetap harus memiliki tempat yang adekwat di dalam masyarakat atau lingkungannya; ''menempatkan penderita di bawah obat-obatan'' hanyalah sebagai jalan terakhir. Dalam banyak hal masih mungkin digunakan jalan lain daripada farmakoterapi untuk membebaskan penderita dari nyerinya.

Harus disadari bahwa problematik di belakang keluhan nyeri kerapkali secara hebat datang menyerang penderita. Problema ''nyeri'' sehari-hari berubah menjadi problema apakah yang menjadi sebab nyeri itu. Karena itu dalam usaha pemberantasan nyeri onkologik, pembebasan dari rasa takut ikut memegang peranan yang penting. Ini dapat dilakukan dengan pemberian perhatian yang terus-menerus bukan pada saat dokter kebetulan memiliki waktu saja. Untuk dokter yang sangat sibuk hal ini memang sukar.

Di samping pemberian analgetik dan anxiolitika kalau diperlukan dalam perawatan penderita kanker perlu diperhatikan agar penderita selalu berada dalam keadaan senyaman mungkin dan jangan ia terlalu dikekang oleh berbagai aturan atau larangan yang tidak-tidak.

Kekurangwaspadaan, kurang pengertian atau keinginan memberikan aturan-aturan hidup tertentu kadang-kadang mendorong dokter memberikan berbagai terapi larangan yang amat aneh kepada penderita kanker dengan keluhan nyeri. Rasa ngantuk pada penggunaan analgetika dapat dilawan dengan pemberian secangkir kopi kental.

Terhadap kegelisahan (di negeri barat) petang hari diberikan segelas anggur untuk memperkuat efek terapi. Meskipun kita berpendapat bahwa merokok harus dilarang keras, namun larangan tersebut bagi penderita kanker ini bukan pada tempatnya.

Perawatan penderita kanker semakin lama semakin sukar tergantung dari kelanjutan penyakitnya. Tindakan-tindakan harus diambil tepat pada waktunya, agar kesulitan penderita dapat ditekan serendah mungkin.

Untuk mengakhiri pendahuluan ini, secara ringkas akan diuraikan mengenai kortikosteroid. Terapi hormonal spesifik terhadap kanker tidak akan dibicarakan di sini. Pemberian kortikosteroid memegang peranan penting dalam terapi simptomatik kanker.

Kortikosteroid mempunyai pengaruh yang tidak spesifik terhadap perasaan penderita dan terhadap kekurangan nafsu makan. Di samping itu hormon ini dapat mengurangi atau menghilangkan oedema otak yang kadang-kadang terdapat pada tumor primer otak dan metastasis otak.

Menurut Twycross (1973) pada 10 sampai 20% penderita kanker terjadi diperkalsemia. Pada penderita kanker paru dan payu*dara prosentasi ini terdapat lebih tinggi. Hiperkalsemia ini bisa menimbulkan rasa tidak enak di seluruh badan, rasa nyeri difus, nause, vomitus dan kelelahan.
Pemberian hidrokortison 1-3 kali 20 mg sehari atau prednisolon 1-3 kali 5 mg sehari atau lebih memberikan hasil baik. Efek subyektif yang sama baiknya disebutkan juga pada pemberantasan nyeri akibat metastasis hepar yang luas. Berhubung dengan bertambahnya kemungkinan ulkus vertrikuli pada terapi kortikosteroid maka kombinasi kortikosteroid dengan acetosal tidaklah dianjurkan.