Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Simptomatologi dan diagnostik dan penentuan stadium saluran napas

Simptomatologi.

Simptomalogi karsinoma nasipharynx ditentukan oleh hubungan anatomik antara nasopharynx dengan hidung, tuba eustachii dan dasar tengkorak serta adanya jaringan saluran limfe submukosa yang luas. Penyakit ini dapat muncul dengan gejala epistakxis, hidung tersumbat, lendir berdarah di kerongkongan, tubair catarrh' yang terus-menerus, hilangnya fungsi syarat-syarat pusat (terutama nervi V, VI dan X) atau adanya suatu pembengkakan di leher.

Dari penelitian Tehmans (1970) terhadap penderita-penderita di negeri Belanda, ternyata 25% penderita-penderita datang dengan infiltrasi intrakranial atau destruksi tulang dasar tengkorak secara rontgenologik, dan hampir 70% dengan metastasis kelenjar leher. Metastasis kelenjar leher. Metastasis jauh pada saat itu tidak lebih dari 4%. Terutama jika diketemukan gejala-gejala tersebut di atas pada orang-orang Cina atau Indonesia, kita harus waspada.

Diagnostik dan penentuan stadium.

Pada pemeriksaan perlu dilakukan rhinoscopia anterior dan posterior, palpasi leher, pemeriksaan syaraf pusat, dan pemeriksaan rontgenologik tulang basis tengkorak. Meskipun dokter-dokter THT dengan rhinoscopia posterior kebanyakan berhasil untuk mendapat ikhtisar nasopharynx yang adekwat, namun kadang-kadang gagal juga, karena kurangnya ruang antara palatum molle dinding pharynx belakang dan kerapkali disertai refleks terdesak dari fihak penderita.

Ini dapat diatasi dengan memberikan premedikasi yang adekwat dan anestesi topikal (spray), kemudian menarik palatum molle ke depan melalui kendali-kendali yang dimasukkan ke dalam hidung dan ditarik keluar melalui mulut.

Berkat ada alat-alat 'fibre-optic' yang belakangan ini banyak digunakan, terutama yang khusus dibuat untuk nasopharyngoscopia, maka sekarang kita dapat memeriksa nasopharynx secara langsung dan diperbesar. Dengan cara ini juga dapat diambil eksisi percobaan secara terarah.

Perkembangan ini bisa mengatasi kesulitan diagnostik di daerah yang sukar dicapai ini. Meskipun demikian, kadang-kadang kita masih juga tidak berhasil mendapatkan gambar yang jelas dari nasopharynx. Kalau ada dugaan keras adanya tumor, maka ini merupakan indikasi untuk melakukan pemeriksaan di bawah narkose umum.

Kerapkali seorang penderita karsinoma pharynx (juga karsinoma oropharynx, karsinoma larynx supraglottis dan kadang-kadang karsinoma mulut) pergi ke dokter karena dia meraba benjolan pada lehernya (metastasis kelenjar limfe).

Karsinoma pharynx yang kecil tidak memberikan keluhan sendiri, tetapi justru menimbulkan metastasis yang besar pada leher. Sayang sampai sekarang masih juga terjadi operasi pengambilan kelenjar leher yang membesar tanpa didahului pemeriksaan THT guna mencari tumor primer di daerah kepala dan leher.

Tindakan demikian ini dapat sangat merugikan bagi penderita (Van Den Broek), 1975). Kalau pemeriksaan THT dan juga pemeriksaan lebih lanjut (tiroid, paru dan lain-lain) tidak memberikan petunjuk-petunjuk adanya tumor primer, maka pada pembesaran kelenjar leher dan kalau perlu sesudah pemeriksaan sitologik yang dicurigai ganas harus diekstirpasi.

Sekarang ada kebiasaan diberbagai pusat kanker menaruh sebagian material yang diambil di dalam peti es (dibekukan), agar apabila nanti timbul persoalan diferensial diagnosa, yang biasanya memang ada, dapat dikerjakan pemeriksaan tambahan, misalnya dengan mikroskop elektron. 

Ini berarti suatu keuntungan waktu yang besar buat penderita untuk mendapatkan diagnosa yang tepat. Pada tabel X diberikan klasifikasi yang biasanya dipakai pada karsinoma nasopharynx terutama mengenai tumor-tumor primernya. 
Klasifikasi ini berdasar pada pembagian nasopharynx atas 3 lokalisasi, yaitu dinding atas belakang, dinding samping (termasuk juga fossa Rosenmulleri), dan dinding bawah ini adalah bagian kranial palatum molle. Untuk penggolongan metastasis kelenjar limfe leher, silakan melihat tabel IX. Secara patologi anatomik biasanya ditemukan karsinoma dengan diferensiasi jelek.