Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Efek radiasi terhadap proliferasi sel dan pertumbuhan tumor (Prof. Dr. G.W. Barendsen)

Efek radiasi terhadap proliferasi sel dan pertumbuhan tumor (Prof. Dr. G.W. Barendsen) - Manfaat data-data radiobiologik mengenai gangguan membelah dari sel-sel mamalia guna memahami radioterapi, menjadi jelas setelah diketemukan metode penentuan kwantitatif hubungan dosis efek pada berbagai tipe sel di tahun 1955. Ini terutama berkat karya T.T. Puck, yang menunjukkan bahwa pada situasi optimal di dalam kultur jaringan setiap individu sel tumor, karena kemampuan proliferasi yang tak terbatas, akan tumbuh menjadi koloni beribu-ribu sel.

Dia juga menunjukkan, bahwa sesudah pemberian dosis radiasi tertentu sel-sel tersebut sebagian kehilangan kemampuan proliferasi tak terbatas tadi, dan fraksi ini bertambah sesuai dengan penambahan dosis radiasi.

Dalam terapi tumor perhatian kita terutama ditujukan kepada fraksi sel yang tidak kehilangan daya proliferasi itu, jadi yang dapat menjadi induk pertumbuhan tumor baru. Ini disebut fraksi sel yang tahan hidup (survive), dan hubungan antara fraksi ini dan dosis radiasi digambarkan dalam sebuah kurve yang disebut kurve ketahanan hidup.

Efek radiasi terhadap proliferasi sel dan pertumbuhan tumor (Prof. Dr. G.W. Barendsen)

Dalam menggambar kurve ketahanan hidup fraksi sel yang tahan hidup digambarkan pada ordinat dengan skala logaritmik, karena penurunan dari jumlah sel hidup 10% menjadi 1% sama artinya dan membutuhkan dosis sama dengan untuk penurunan jumlah sel dari 1% menjadi 0,1%. Kurve ketahanan hidup berbagai tipe sel tumor eksperimental dan sel normal.

Di sini tampak misalnya bahwa sesudah pemberian dosis 290 rad pada sel-sel yang ditumbuhkan dari limfosarkoma tikus masih tertinggal 10% dari sel-sel untuk membentuk koloni, tetapi untuk mencapai efek yang sama pada sel karsinoma ureter tikus dibutuhkan dosis 880 rad.

Hubungan antara kurve-kurve ketahanan hidup demikian dan effek-effek radiasi menjadi jelas jika kita ingat, bahwa tumor tumbuh karena jumlah sel ganasnya bertambah, menghambat proliferasinya berarti menghambat pertumbuhan tumor tersebut dan pemberian dosis radiasi yang lebih tinggi bisa memusnahkan tumor.

Efek radiasi terhadap proliferasi sel dan pertumbuhan tumor (Prof. Dr. G.W. Barendsen)

Oleh karena itu kurve ketahanan hidup memberikan gambaran hubungan terpenting dosis-effek, yang dapat memberikan pengertian tentang sensitivitas tumor terhadap radiasi. Meskipun demikian ini hanyalah gambaran sederhana dari fenomena kompleks yang dapat timbul sesudah radiasi sel tumor. 

Banyak sel-sel yang diradiasi dapat dihambat progresi ke mitosis berikutnya, walaupun metabolisme sel itu masih utuh. Kadang-kadang masih terjadi satu atau beberapa pembelahan sebelum semua anak sel dari sel yang diradiasi lenyap. Ini berarti walaupun sesuatu tumor sensitif terhadap radiasi, mungkin pada awal radiasi volumenya masih bertambah, baru kemudian terjadi regresi.

Tumor kadang-kadang baru lenyap sempurna sesudah radiasi beberapa bulan. Selain variasi radiosensitivitas antara berbagai tipe sel tumor dapat juga dijumpai variasi kurve ketahanan hirup sel tumor tipe yang sama pada kondisi yang berbeda-beda.

Garis b1, pada gambar 20 menunjukkan kurve ketahanan hidup normal yang diperoleh dari penyinaran sel ginjal manusia dengan sinar rontgen. Seperti halnya kurve digambar 19, garis b1 ini menunjukkan penanjakan yang lebih kecil pada daerah dosis rendah dibanding dengan di daerah dosis tinggi.

Ini berarti bahwa pada dosis tinggi terjadi akumulasi kerusakan, sehingga efektivitas radiasi menjadi lebih besar. Akumulasi ini ternyata berkurang jika pemberian radiasi dosis yang sama terbagi dalam beberapa fraksi dengan interval misalnya beberapa jam. Ini menunjukkan bahwa terjadi penyembuhan kerusakan subletal.

Sebagai ilustrasi terlihat pada gambar 20 sebagai garis b2, yang menggambarkan effek radiasi 5 x 300 rad dengan interval 6 jam. Setiap interval tampak penanjakan sebagian kurve mengurang, karena penyembuhan sel yang mengalami kerusakan subletal. Hasil akhir 5 kali 300 rad sebenarnya dapat dicapai dengan dosis tunggal 830 rad.

Pada gambar 20 selain garis a, b1, dan b2 juga ditunjukkan garis c1 dan c2 yang menggambarkan effek radiasi dalam kondisi hipoksia. Dalam kondisi hipoksia ini sel-sel lebih resisten terhadap sinar rontgen atau gamma dibanding dalam kondisi cukup oksigen, sehingga diperlukan dosis yang jauh lebih tinggi untuk misalnya membunuh 90% dari sel-sel.

Ini juga berlaku untuk cara pemberian dalam dosis terbagi (garis c2). Dalam perhitungan kwantitatif ini dinyatakan sebagai faktor penguat oksigen, yang untuk sinar rontgen besarnya kira-kira 2,5 - 3,0. Kalau efek radiasi dengan sinar a dalam kondisi hipoksik dibandingkan dengan efek radiasi dalam kondisi normal dengan kepadatan ion tertentu yang tergantung dari enersi radiasi ternyata tidak terdapat perbedaan kurve ketahanan hidup.
Jadi garis a pada gambar 20 tetap sama baik untuk kondisi hipoksik maupun normal, atau dengan kata lain faktor penguat oksigen = 1. Pada penyinaran dengan neutron cepat efek hipoksia tidak seluruhnya menghilang, tetapi sangat kecil. Faktor penguat oksigen di sini kira-kira 1,6 besarnya, dibandingkan dengan sinar rontgen 2,5 - 3,0.