Karsinogenesis (sel-sel kanker)
Karsinogenesis (sel-sel kanker) - Yang dimaksud dengan karsinogenesis adalah proses perubahan sel-sel yang berangsur-angsur berkelakuan sebagai sel-sel kanker. Dibanding dengan sel-sel jaringan tempat sel-sel kanker terjadi di satu pihak sel-sel ini kehilangan beberapa sifat misalnya sifat-sifat karakteristik morfologi dan fungsional, di lain pihak terdapat penambahan sifat yang semula tidak ada.
Perubahan ini ditimbulkan oleh adanya perubahan di dalam genom dan kemungkinan juga oleh perubahan-perubahan lain dalam cara ekspresi genom, yang disebut mekanisme epigenetik. Proses epigenetik adalah ekspresi yang muncul akibat proses-proses trankripsi dan tranlasi, interaksi antara proses-proses itu satu sama lain dan pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh produk-produk dari proses tersebut misalnya protein-protein yang disintesa melalui pemutaran kembali terhadap aktivitas dari meterial genetik di dalam sel.
Pada karsinogenesis penting arti peranan interaksi antara informasi genetik dengan mekanisme epigenetik. Jadi pada prinsipnya faktor-faktor karsinogen yang disebut di atas dapat mempengaruhi baik genom maupun ekspresi dari genom itu.
Sebagian besar faktor karsinogen juga bersifat mutagen artinya mampu mengubah struktur DNA. Tetapi tidak semua keadaan yang menimbulkan mutasi adalah karsinogen, dan tidak pula semua karsinogen kuat bersifat mutagen.
Mungkinlah bahwa kelakuan biologik yang berubah antara lain perubahan sel-sel menjadi ganas tidak selalu bergandengan dengan perubahan-perubahan struktural dalam DNA. Hanya ekspresi genomnya diubah karena derepresi dari gen-gen tertentu.
Mungkin sekali transformasi keganasan dari suatu sel merupakan proses yang memakan waktu lama. Ia tidak terjadi secara sekonyong-konyong. Karsinogen-karsinogen mempengaruhi mekanisme kerja gen-gen dan secara berangsur-berangsur mengubah cara berfungsinya mekanisme ini sehingga terjadi perubahan fenotipe yang disertai perubahan kelakuan biologik.
Sel-sel yang berubah fenotipenya ini mengadakan kompetisi dengan lingkungannya. Dalam hal ini dapat dijumpai paling sedikit tiga keadaan :
1. Sel-sel tersebut karena perubahan fenotipe ini justru rugi dibanding sel-sel di sekitarnya. Dan karena perubahan-perubahan itu mudah dikenal, maka pertahanan organisme yang bersangkutan dalam waktu singkat dapat membinasakan mereka. Teori ''pengawasan imunologik'' bertolak dari pertimbangan teoretis ini.
2. Karena perubahan fenotipe ini mereka justru mendapat banyak keuntungan dibanding jaringan sekitarnya misalnya karena mereka dapat membagi diri dengan cepat dan sering. Sekarang mereka tumbuh meluas, sebab meskipun dapat dikenali oleh aparat imunitas, aparat ini tidak dapat menguasai mereka karena pertumbuhannya yang demikian cepat itu.
3. Fenotipe sel-sel ini hanya sedikit mengalami perubahan. Mereka hanya mendapat sedikit keuntungan dibanding jaringan sekitarnya karena adanya aparat pertahanan tubuh. Tetapi aparat pertahanan ini hanya sedikit menang terhadap sel-sel yang mengalami perubahan fenotipe tadi. Mungkin inilah yang mengakibatkan adanya sel-sel tumor laten (dormant cells) yang kadang-kadang baru beberapa tahun kemudian misalnya kalau aktivitas aparat imunologik menjadi lemah, mendapat kesempatan tubuh.
Sangat mungkin transformasi ganas itu merupakan suatu proses yang membutuhkan waktu lama, dan ini dapat diduga dari data-data eksperimental maupun pengamatan klinik. Atas dasar percobaannya, Berenblum menyusun hipotesa dua tingkat (two step hypothesis) untuk timbulnya kanker.
Kulit tikus diusap sekali dengan suatu bahan karsinogen pada dosis yang sedemikian rendah sehingga tak terjadi kanker. Kemudian kulit ini diusap dengan suatu zat yang merangsang, yaitu minyak kroton. Minyak ini sendiri diketahui tidak pernah menimbulkan kanker kulit.
Meskipun demikian terjadi juga kanker kulit. Berenblum berpendapat bahwa pada pengusapan pertama telah terjadi perubahan-perubahan dalam sel-sel, yang disebutnya inisiasi. Sel-sel ini hanya membutuhkan tindakan sedikit saja untuk berubah menjadi sel kanker dan ini terjadi dengan pengusapan dengan minyak kroton tersebut. Tindakan terakhir ini disebut promosi.
Dalam patologi manusia kita kenal juga beberapa keadaan yang menunjukkan bahwa karsinogenesis itu berlangsung bertingkat-tingkat. Prekarsinoma. Dengan ini dimaksud kelainan-kelainan dalam organ-organ tertentu yang seringkali ditumbuhi kanker.
Sebagian dari kelainan-kelainan ini telah ditentukan secara genetik, seperti poliposis coli, yang lain terjadi karena pengaruh-pengaruh eksogen seperti cirrhosis hepatis dan keratosis senilis. Karsinoma in situ. Di sini kita dapatkan suatu perubahan yang di dalam segala hal memenuhi kriteria morfologik kanker, tetapi sel-selnya belum menginfiltrasi ke dalam jaringan sekitarnya.
Karsinoma in situ adalah stadium yang terdini dari kanker yang dapat dikenal secara morfologik. Mekanisme inisiasi dan promosi juga dikenal dalam patologi manusia. Inisiasi misalnya oleh iritansia atau traumatisasi juga digunakan istilah ''cocarcinogen'' menyebabkan timbulnya perubahan-perubahan yang belum dapat ditunjuk sebagai kanker; stimulasi lebih lanjut diperlukan untuk mendapatkan pertumbuhan kanker yang manifes.
Contoh untuk ini dapat dijumpai pada displasia-displasia servix, yang kadang-kadang dapat membaik secara spontan, tetapi kadang-kadang dapat berkembang menjadi karsinoma in situ yang lebih lanjut dapat berubah menjadi karsinoma yang invasif.
Progresi. Tumor-tumor yang semula bersifat tidak atau hampir tidak ganas, kemudian dapat tumbuh cepat, destruktif dan mengadakan metastasis luas. Hal ini kita lihat misalnya pada tumor-tumor jaringan lunak. Mula-mula mereka menunjukkan suatu gambaran yang relatif jinak.
Kalau mereka tidak diangkat sempurna, dan kemudian timbul residif, maka tingkat keganasannya meningkat dan akhirnya terjadi metastasis. Progresi mungkin berdasar atas seleksi. Suatu populasi sel tumor tidaklah homogen. Di dalam populasi itu ada sel-sel yang karena fenotipenya mempunyai keunggulan daripada sel-sel lain.
Golongan sel-sel yang berkelebihan dan bersifat lebih agresif inilah yang kemudian menentukan sifat tumornya. Pertumbuhan tumor bersyarat. Sebagaimana telah diketahui pertumbuhan otonom suatu tumor kerapkali didahului keadaan hiperplasia atau displasia.
Ternyata bahwa kadang-kadang pada peralihan menjadi pertumbuhan tumor yang otonom terdapat tingkat-tingkat perantaraan. Jika rangsangan karsinogen hilang, perubahan-perubahan itu tidak beralih seperti pada displasia, tetapi juga tidak terus tumbuh secara otonom.
Keadaan ini disebut pertumbuhan tumor bersyarat : tumor hanya dapat bersifat sebagai proses kanker yang sungguh-sungguh selama rangsangan berjalan terus. Keganasan bersyarat terutama dapat dilihat pada pertumbuhan yang distimulasi hormon. Kelangsungan prosesnya tergantung dari hormon. Dari contoh-contoh ini jelaslah bahwa berbagai sifat dan tanda kanker tidak semua didapat bersama-sama pada ''cancerogenesisnya''.
Kadang-kadang terdapat tanda-tanda morfologik, tetapi kelakuan yang ganas tidak ada karsinoma in situ, kadang-kadang telah terdapat metastasis tanpa adanya otonomi kanker yang tergantung dari hormon-hormon, dan seringkali kita lihat tumor yang telah ada menunjukkan perubahan progresi. Mungkin regresi spontan tumor, walaupun amat jarang terdapat, juga harus dilihat dari sudut ini ; meskipun dalam hal ini tentu kenaikan daya tolak imunologik ikut memegang peranan.