Epidemiologi kanker (Prof. Dr. F.de Waard, Dr. RJ. van Zonneveld)
Epidemiologi kanker (Prof. Dr. F.de Waard, Dr. RJ. van Zonneveld) - Epidemiologi adalah ilmu yang menyelidiki ciri-ciri dan determinan-determinan kesehatan, penyakit dan kematian sebagai fenomena kolektif. Kata Junani epi-demos berarti : tersebar di antara rakyat atau penduduk. Istilah ini tidak mencakup pengertian sifat menular.
Tetapi pada abad ke XIX kata epidemi melulu berhubungan dengan penyakit-penyakit infeksi, terutama jika yang dihadapi adalah tumpukan kasus penyakit. Dengan analisa statistik hasil-hasil pengamatan yang diregistrasi mengenai penyakit-penyakit lain yang non infeksi diketahui juga tumpukan penyakit yang kurang massal sifatnya dan terjadi lebih berangsur-angsur; dan ini juga dinyatakan sebagai epidemi.
Ini berlaku juga untuk berbagai bentuk kanker. Sebelum didapatkan angka-angka frekwensi yang dapat dipercaya, satuan-satuan patologik misalnya karsinoma cervix harus sudah diklasifikasikan dahulu menurut persetujuan internasional seperti 'International Classification of Disease' (ICD) dari WHO (revisi ke-8, 1965; revisi ke-9 dalam beberapa waktu lagi akan dipakai (ICD-O, 1976).
Dalam epidemiologi ini yang diselidiki selalu perubahan-perubahan frekwensi penyakit dalam suatu waktu. Untuk ini kata epidemi adalah tepat, tetapi sifat dan bentuk epidemi yang bersangkutan harus diuraikan lebih lanjut. Ada berbagai kemungkinan perubahan frekwensi penyakit, seperti perkisaran sekuler (perubahan dalam satu jangka waktu), kenaikan epidemik, eksplosif, perjalanan yang siklis, ritme sehari-sehari, ritme seminggu, ritme-tahun, ritme-musim.
Epidemi antara lain diukur dengan frekwensi relatif jumlah kasus penyakit yang timbul baru. Jika dinyatakan jumlah kasus penyakit baru misalnya kanker paru tiap satuan waktu misalnya satu tahun maka ini disebut insidensi; jika dinyatakan untuk tiap 1.000 atau tiap 100.000 penduduk maka digunakan istilah ''incidence rate''.
Jika yang dimaksudkan adalah jumlah kasus yang ada dalam satu satuan waktu dan tiap 1.000 atau tiap 100.000 penduduk maka ini disebut prevalensi. ''Point prevalence'' ialah jumlah kasus yang ada pada suatu waktu tertentu misalnya jumlah kasus karsinoma cervix pada 15 Juni 1978 di dalam suatu satuan penduduk tertentu; ''period prevalence'' ialah jumlah kasus-kasus penyakit yang terdapat dalam suatu kurun waktu tertentu misalnya jumlah kasus karsinoma cervix tahun 1976.
Pada penyakit yang hampir selalu letal, maka angka insidensi hanya sedikit berbeda atau hampir sama persis dengan angka kematian. Insiden dan prevalensi memberikan gambaran yang berbeda dari frekwensi penyakit. Insidensi menunjukkan dinamik proses penyakit pada suatu penduduk, prevalensi mempunyai sifat lebih statis.
Epidemiologi deskriptif adalah bagian dari epidemiologi yang mengumpulkan, menyusun dan menggambarkan ciri-ciri kesehatan penyakit yakni frekwensi lamanya dan kematian. Yang ditangani ialah pertanyaan-pertanyaan mengenai apa, pada siapa, di mana, dan kapan.
Untuk pemberantasan penyakit dan terutama untuk pencegahannya jelas sangat perlu diketahui jawaban atas pertanyaan : oleh sebab apa. Baru setelah diketahui determinan apa dan keadaan-keadaan apa yang menentukan dan mempengaruhi datang-perginya sesuatu penyakit, ditentukan kemungkinan tindakan dan syarat-syarat yang terarah.
Penelitian sebab ini merupakan sumbangan epidemiologi yang terpenting kepada ilmu kedokteran; dalam hal ini disebut epidemiologi analitik: yaitu bagian dari epidemiologi yang menilai hipotesa-hipotesa mengenai hubungan antara ciri-ciri penyakit dan determinan-determinannya.
Dari suatu pengamatan individual atas dua kejadian satu penderita kanker paru yang selama hidupnya merokok banyak sigaret tidak dapat disimpulkan suatu hubungan kausal. Tetapi juga korelasi statistik antara dua deret pengamatan tidak selalu berarti ada hubungan kausal.
Percobaan binatang dapat memperkuat argumen epidemiologik. Bukti hubungan kausal pada kanker manusia sebenarnya tidak dapat diperoleh dari penurunan frekwensi kanker di dalam suatu populasi kalau mulai saat tertentu faktor kausal yang dicurigai itu telah dihalau (intervensi).
Epidemiologi analitik dapat dikerjakan dengan dua cara yaitu dengan penyelidikan retrospektif dan dengan penyelidikan prospektif. Dalam hal yang pertama bertolak dari akibat misalnya para penderita kanker paru kemudian dilihat kembali ke sebab yang dicurigai sebelumnya misalnya merokok: penderita digolong-golongkan sebagai bukan perokok, perokok ringan da perokok berat.
Pada penyelidik prospektif, kita bertolak dari kausa yang dicurigai misalnya merokok kemudian dilihat ke depan akibat yang mungkin misalnya kanker paru. Pada prinsipnya penyelidikan prospektif lebih baik tetapi dalam praktek ada beberapa kesulitan yang berat banyak makan waktu dan pekerjaan, biaya dan lama.
Suatu kelemahan penyelidikan retrospektif ialah para penderita yang diperiksa ke belakang ternyata kadang-kadang memberikan rekonstruksi yang tidak tepat seperti seharusnya. Dalam bab ini akan dijelaskan lebih lanjut pengertian-pengertian yang disebutkan diatas tadi.
Penentuan frekwensi berbagai bentuk kanker mempunyai dua tujuan. Pertama, agar dapat diperbandingkan frekwensi di satu negara dengan negara lain dan satu golongan penduduk dengan yang lain, supaya dapat dicari faktor-faktor yang mempertinggi resiko.
Setelah sekarang lebih jelas diketahui bahwa faktor-faktor ekstern memegang peranan penting dalam kejadian kanker, penyelidikan frekwensi komparatif akan menumbuhkan perspektif-perspektif yang menggembirakan untuk prevensi kanker.
Kedua, Frekwensi itu perlu diketahui untuk dapat mengambil langkah-langkah yang efisien, baik untuk waktu sekarang maupun masa mendatang mengenai kesehatan rakyat pengadaan pusat pencarian dini, perencanaan rumah sakit, dan sebagainya untuk keperluan pencegahan, pengobatan, perawatan dan perawatan lebih lanjut pasca rawat penderita kanker.
Karena pada dua golongan penduduk yang mempunyai perbedaan frekwensi kanker organ tertentu selalu terdapat faset perbedaan yang lain di samping faktor karsiogen yang diselidiki, maka perlu juga diberikan perhatian kepada faset-faset lain itu dan diusahakan meniadakan pengaruhnya agar dapat dicapai perbandingan yang dapat dipercaya antara kedua golongan tadi.
Hal yang pertama yang dapat berbeda dalam dua golongan yang dibandingkan adalah mengenai susunan umurnya. Mengetahui jumlah penderita atau jumlah yang meninggal kanker tertentu dihitung 100.000 penduduk merupakan satu pendekatan yang kasar jadi hanya mempunyai nilai relatif untuk perbandingan.
Efek yang mengganggu yang ditimbulkan karena perbedaan susunan umur pada dua golongan dapat dieliminasi dengan mengadakan standardisasi. Unutk itu perlu dihitung berapa frekwensi per tahun kanker organ tertentu dalam tiap kelompok usia 5 tahunan pada satu ''penduduk standar'' tertentu, kalau akan diterapkan ''incidence rates'' kelompok-kelompok tersebut.
Pada penyelidikan frekwensi kanker, mengabaikan perbedaan susunan umur akan sangat mengganggu karena pada umumnya frekwensi kanker meningkat pesat dengan pertambahan umur dengan beberapa pengecualian. Kedua, frekwensi kanker laki-laki dan wanita harus ditetapkan terpisah.
Laki-laki dan wanita bukan hanya berbeda dalam bentuk anatomiknya atau dalam konstitusi hormonalnya, melainkan juga berbeda pada faktor karsinogen yang sering berhubungan dengannya misalnya merokok. Kalau terdapat perbedaan menyolok frekwensi kanker tertentu antara satu golongan dengan golongan lain, baik laki-laki maupun wanita, maka faktor karsinogen untuk kanker itu harus dicari dari lingkungan dalam arti luas : kalau perbedaan ini hanya didapat pada satu jenis kelamin, maka faktor karsinogennya harus dicari dari lingkungan dalam arti sempit pekerjaan, kebiasaan tertentu.
Untuk penyelidikan etiologik diperlukan perbandingan laki-laki dan wanita di dalam satu daerah dan dengan itu diketahui frekwensi masing-masing untuk kedua golongan tersebut. Ketiga, di dalam mengadakan perbandingan satu sama lain terutama kalau ini mengenai negara-negara masih terdapat pengaruh mengganggu lainnya yang pada penilaian harus diperhatikan tetapi sukar dieliminasi, yaitu segi diagnostik.
Prosentasi meninggal karena usia tua atau sebab yang tidak diketahui dibanding jumlah total yang meninggal suatu kriterium untuk dapat dipercayainya angka-angka kematian amat berbeda diberbagai negara. Juga besar perbedaan prosentasi yang meninggal disebabkan karsinoma uterus tanpa petunjuk lebih lanjut: corpus atau cervix dihitung terhadap total kematian kanker uterus.
Perbandingan karsinoma paru primer terhadap karsinoma paru yang tidak dapat dispesifikasikan lebih lanjut berbeda demikian juga pada prosentasi karsinoma hati sekunder. Dari hal yang tersebut di atas tampak bahwa kita harus sangat berhati-hati dalam memperbandingkan frekwensi kanker dari berbagai negara, betapa pun pengaruh susunan umur telah dieliminasi.
Pengetahuan mengenai frekwensi kanker yang dapat dipercaya bukan hanya berguna untuk perbandingan berbagai negara atau daerah pada waktu yang sama, melainkan juga untuk perbandingan frekwensi di dalam regio yang sama, melainkan juga untuk perbandingan frekwensi di dalam regio yang sama pada waktu-waktu yang berbeda untuk menentukan kecenderungan kanker tersebut.
Penentuan jumlah absolut penderita kanker tertentu atau yang meninggal saja tidak mempunyai arti ilmiah, karena jumlah penduduk memang bertambah dan terjadi kenaikan usia rata-rata; demikian pula andai kata morbiditas atau mortalitas ini dihitung untuk tiap 100.000 penduduk, karena kenaikan umur rata-rata.
Dalam kedua hal, kenaikan yang diperoleh boleh jadi hanya kenaikan yang semu. Untuk dapat menyatakan bahwa frekwensi suatu kanker secara riil bertambah atau berkurang hanya dapat didasarkan atas angka-angka kematian yang dikoreksi distandarisasi atau dari angka-angka insidensi.
Mengenai ''trend''-nya tidak di semua negara sama untuk berbagai kanker. Di negeri Belanda kanker paru sangat meningkat, begitu juga kanker mamma dan ovarium, melanoma, kanker pankreas, kanker kandungan kencing dan kanker prostat.
Sebaliknya angka kematian kanker saluran pencernaan, dengan pengecualian kolon dan penkreas, menurun. Jika suatu kanker terutama disebabkan karena faktor-faktor ekstern, maka perubahan ''trend'' frekwensi kanker tersebut harus paralel dengan perubahan keadaan lingkungan tentunya dengan masa letensi yang lama.
Penyelidikan mengenai perubahan-perubahan masyarakat mungkin dapat memberikan hipotesa-hepotesa tentang kemungkinan faktor-faktor etiologi. Dalam membandingkan kematian kanker pada berbagai waktu harus diperhatikan kemungkinan kemajuan terapi.
Untuk negeri Belanda angka-angka insidensi yang dapat dipercaya baru didapat sesudah tahun 1970, dan ini baru untuk beberapa daerah : Friesland, Den Haag dan Rotterdam (Harmse dan De Waard, 1973). Akhirnya harus diperhatikan juga kenyataan bahwa suatu kanker organ tertentu mempunyai makna yang berbeda antara suatu waktu yang satu dengan waktu yang lain.
Pada kanker cervix misalnya, karena program pencarian dini yang intensif, frekwensi morbiditasinya akan naik untuk sementara waktu terutama dari jenis karsinoma in situ. Karena itu penting juga untuk memasukkan pembagian stadium klinis atau patologis di dalam registrasi kanker.