Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Karsinoma lambung Jepang lebih besar dari Belanda

Karsinoma lambung Jepang lebih besar dari Belanda - Ada petunjuk bahwa di Jepang dengan frekwensi karsinoma lambung kira-kira tiga kali lebih besar daripada di Negeri Belanda, dengan pemeriksaan penduduk secara teratur menggunakan foto rontgen, gastrokamera, gastroskopi dan sitologi, cukup banyak penderita yang dapat didiagnosa dini dan diterapi, sehingga diperoleh perbaikan prognosa dalam golongan yang diperiksa itu.

Hal ini mungkin tidak dapat dilakukan di Negeri Belanda. Meskipun demikian, karena ada golongan penduduk yang jelas memiliki resiko 5 kali lebih besar dari penduduk ''biasa'', yaitu penderita dengan gastritis atrofik dengan akhlorhidria dengan atau tanpa disertai anemia pernisiosa, penderita-penderita dengan ulkus ventrikuli yang berulang, dan mungkin juga penderita pasca reseksi lambung 12 tahun sebelumnya tau lebih, maka dengan pemeriksaan yang teratur tiap 4 atau 6 bulan bahaya untuk golongan ini dapat diperkecil.

Karsinoma lambung Jepang lebih besar dari Belanda

Barangkali untuk golongan penduduk ini perlu dilakukan gastroskopi disertai eksisi percobaan multipel. Polip lambung adenomatosa kerapkali terdapat pada penderita gastritis atrofik. Karena di sini dapat juga terjadi perubahan eitel (pre) maligna, seperti halnya pada polip kolon, maka polip ini harus diangkat untuk pemeriksaan patologi anatomik.

Masih belum jelas apakah polip pada penderita gastritis atrofik menambah kemungkinan akan timbulnya karsinoma, yang jelas ialah kita harus selalu waspada pada penderita ulkus ventriculi, dan kalau perlu dilakukan gastroskopi berulang dengan biopsi multipel (paling sedikit 10) dari dasar, pinggir dan daerah di dekat ulkus, kalau ulkus ini tidak sembuh dalam 4 - 6 minggu dengan terapi yang adekwat.

Hingga kinipun dengan fasilitas diagnostik yang baik kadang-kadang karsinoma yang menampakkan diri sebagai ulkus tidak terdiagnosa dengan tepat karena pemeriksaannya kurang teliti atau kurang mendalam. Sesungguhnya tidak ada gejala dini karsinoma lambung.

Anemi, anoreksia, rasa penuh di perut, rasa tidak enak di mulut, berat badan turun ataupun nyeri perut, baru muncul kalau tumornya telah besar dan sudah jarang dapat diterapi kuratif. Ini berlaku untuk semua bentuk karsinoma lambung, baik tumor eksofitik, yang pada permulaan berbatas tegas dan biasanya mempunyai mikrostruktur sebagai adenokarsinoma maupun karsinoma yang sangat infiltratif, yang meluas dalam jaringan sekitarnya dan memberikan gambaran linitis plastika.

Pada yang terakhir ini terjadi penebalan seluruh dinding lambung. Lambung kaku, motilitasnya hampir sama sekali hilang, ulserasi sedikit dan terjadi infiltrasi pada omentum yang menyelusurinya. Secara histologik tampak infiltrasi pada dinding lambung dan sekitarnya, dan sel tumor berbentuk cincin segel (signet ring cell) yang sering letaknya lepas satu sama lain.

Yang istimewanya adalah bahwa pada semua bentuk karsinoma lambung infiltrasi langsung dan metastasis jauh limfogen lebih banyak menjadi sebab inkurabilitas daripada perluasan hematogennya. Hanya kurang lebih 15% tumor lambung yang bersifat kurang agresif dan menimbulkan metastasis limfogen secara amat terbatas dan pertumbuhannya tidak terlalu infiltratif, bisa disembuhkan secara pembedahan.

Tekniknya tergantung lokalisasi tumor serta metastasisnya : reseksi distal, gastrektomi atau reseksi lambung-esofagus. Makin ketat seleksinya, makin baik hasil yang dicapai pada golongan kecil yang diterapi kuratif ini. Radiasi sebagai terapi kuratif hanya dapat dilakukan pada tumor limforetikuler.

Karena tumor ini sangat sensitif terhadap sinar rontgen, tumor primer yang luas dapat diterapi dengan dosis rontgen yang adekwat, dan jarang timbul residif lokal maupun regional. Namun sering dijumpai metastasis di kemudian hari. Tetapi interval bebas gejala dapat berlangsung beberapa tahun.

Jika lokalisasi di dinding lambung merupakan bagian dari proses lebih luas, maka prognosanya menjadi kurang baik. Prognosa juga bergantung pada sifat morfologiknya. Dengan perkembangan gastroskopi dengan fasilitas untuk biopsi, tumor ini akan lebih banyak dapat didiagnosa preoperatif.

Pada pemeriksaan rontgenologik tumor ini menampakkan diri sebagai lipatan mukosa yang tebal dan kaku atau sebagai suatu ulkus yang besar dengan tepi infiltrasi yang tebal. Dengan gastroskopi kita dapat mengetahui perluasan tumor di dinding lambung, dengan jalan mengambil eksisi percobaan mukosa yang multipel dari berbagai tempat yang tersebar.

Jika tidak ada tanda-tanda metastasis umum (generalisasi) dan dilakukan laparatomi untuk menetapkan dengan teliti perluasannya dalam perut, maka dengan demikian kita mendapat gambaran yang cukup jelas, apakah berguna menjalankan reseksi lambung atau tidak. Bagi tumor limforetikuler lokal di dalam lambung terapi kombinasi bedah-radioterapi mungkin lebih baik daripada radioterapi saja.

Karena 25-30% karsinoma lambung pertumbuhannya lambat, maka masih bisa diberikan terapi paliatif, jika metastasis dan infiltrasi lokal tidak memungkinkan penyembuhan lagi. Ini dapat berupa reseksi bagian tumor yang berdarah, gastrotomi jika terdapat gangguan perjalanan makanan di bagian distal lambung, atau reseksi bagian proksimal lambung dan sebagian esofagus terhadap karsinoma cardia yang menimbulkan stenosis.
Paliasi yang cukup efektif pada lokalisasi terakhir ini bisa juga dilakukan dengan radiasi megavolt atau dengan memasukkan pipa fleksibel yang cukup besar melalui daerah tumor. Masih belum jelas apakah kombinasi pembedahan atau radiasi dengan kemoterapi dapat memberikan paliasi yang lebih baik. Bagaimanapun hingga sekarang belum dapat ditunjukkan perbaikan prognosa kenaikan prosentase AKH-5 tahun pada penderita yang sudah tidak mungkin dioperasi kuratif.